Malam Minggu Tanpa Rencana, Tapi Penuh Makna : Petualangan Anak Laut

Daftar Isi

Cinta itu bukan soal ke mana, tapi sama siapa... dan makan apa.


Malam minggu.
Bagi banyak pasangan, itu malam spesial: dinner romantis, jalan ke mall, nonton film baru, foto berdua pakai caption “My weekend, my person, my WiFi password ❤️.”

Tapi bagi Udin dan Fitri?
Malam minggu mereka lebih mirip episode dadakan dari acara “Survivor: Kos-kosan Edition.”

Semua bermula dari sore yang cerah—setidaknya sampai listrik padam.


📞 “Fit, Jadi Jalan Nggak?”

Jam 17:42, HP Udin bunyi.

Fitri:

“Din, jadi jalan nggak? Katanya mau cari makan di luar?”

Udin (yang lagi rebahan sambil nempel kipas angin):

“Jadi sih... tapi kayaknya mendung nih. Hati kamu juga ya, Fit?”

Fitri:

“Jangan mulai gombal pas belum makan. Aku laper, serius.”

Masalahnya:

  • Udin lagi tanggal tua.
  • Fitri lagi PMS (Pengen Makan Segalanya).
  • Motor Udin bocor bannya.
  • Warung favorit mereka lagi tutup karena pemiliknya nikahan.

Malam minggu mereka resmi: tanpa rencana, tanpa uang, dan tanpa warung soto. Tapi dua-duanya gengsi buat bilang, “Ya udah di kos aja.”


🥴 Plan B: Masak Kosan Style

Akhirnya Fitri punya ide:

“Ya udah, kita masak aja di kos kamu. Kamu punya mie kan?”

Udin langsung semangat, meski dapurnya lebih mirip pojokan gudang daripada tempat memasak.

Mereka bongkar persediaan:

  • 2 bungkus mie instan
  • 1 butir telur (ditemukan di belakang termos)
  • 1 sachet kornet yang kadaluarsanya kemungkinan besar belum lewat
  • 3 potong kerupuk udang yang udah keras kayak fosil

“Fit, kita kayak chef di TV ya, tapi versi low budget,” kata Udin sambil pakai celemek hasil nyablon kaos kampus.

Fitri tertawa, “Bukan low budget, Din. Ini ultra hemat deluxe edition.”


🍜 Dinner ala Anak Kos

Setelah 20 menit, dan satu kejadian wajan loncat sendiri karena kompor nggak stabil, akhirnya makan malam siap.

Mereka duduk berdua di lantai kos, pakai piring plastik warna pink warisan kakak kos lama.
Menu spesial malam minggu:

  • Mie goreng setengah basah
  • Telur mata sapi miring
  • Kerupuk yang lebih cocok dijadikan senjata

Tapi… rasanya?
Lebih enak dari nasi padang. Mungkin karena dimasak bareng. Mungkin karena dibumbui tawa. Mungkin karena cinta itu memang bikin segalanya lebih enak—kecuali kalau asin kebanyakan garam.


Ngobrol Random, Tapi Dalam

Setelah makan, mereka duduk di teras kos. Langit mendung, angin semilir, suara jangkrik jadi backsound, dan… satu ekor kucing lewat dengan tatapan meremehkan.

Udin:

“Fit, kamu pernah bayangin nggak, kita nanti hidup bareng… tapi bukan di kos, ya.”

Fitri:

“Maksudnya?”

Udin:

“Ya, semisal kita nikah… kamu ikut aku ke Pulau Sembilan. Hidup tenang, bangun pagi lihat laut, bukan notif tugas.”

Fitri diam sebentar. Lalu senyum.

“Aku nggak takut hidup susah, Din. Yang aku takut tuh... hidup tanpa arah, tanpa tujuan. Tapi kalau kamu ngajak aku jalan bareng, walau nggak tahu pasti tujuannya ke mana… aku mau.”

Udin diem. Hati bergetar. Tapi lidah malah ngomong:

“Maksudnya… kamu setuju ikut aku… hidup bareng? Maksudnya… jadi istri aku?”

Fitri: “Lho kok langsung dilamar? Kita baru aja selesai mie goreng loh, Din.”

Udin: “Ya… biar mie-nya instan, cintanya serius.”


📷 Kenangan Paling Sederhana

Malam itu ditutup dengan selfie berdua.
Pakai kamera HP Udin yang kameranya burem tapi flash-nya terang kayak lampu jalan.
Mereka foto sambil ketawa, wajah berminyak, dan sisa kornet masih nyangkut di gigi.

Tapi itu foto yang nantinya disimpan baik-baik.

Karena ternyata, malam minggu nggak harus ke tempat mahal.
Nggak harus foto berdua di café.
Nggak harus pakai filter aesthetic.

Cukup duduk bareng, makan seadanya, dan ngobrol tentang masa depan.
Karena cinta yang tumbuh di tempat sederhana… justru yang paling kuat menempel di hati.


Akhir Bab:
Malam minggu tanpa rencana.
Tanpa bensin.
Tanpa saldo dompet.
Tapi penuh tawa, penuh obrolan, dan penuh cinta yang makin mengakar — kayak mie yang lengket karena lupa dikasih minyak.

Posting Komentar