Sore Itu, Nggak Niat Motoin, Tapi Ya Masa Dilewatin
Sebelum masuk BLK, kami nginap dulu di rumah seorang kawan sesama CPNS yang super baik hati. Rumahnya tiba-tiba berubah jadi asrama mini dadakan. Beberapa malam dan hari kami disana dan dijamu baik, untuk tuan rumah semoga rezekinya lancar terus dan berkah sampai akhirat, ditempat itulah kami sibuk mempersiapkan bahan untuk dibawa ke BLK, aku yang sibuk pura-pura tenang padahal besok presentasi.
Yang lebih lucu, hari pertama kami berangkat ke BLK malah pakai baju yang warnanya sama. Serius, Tiga-tiganya. Tanpa janjian.
Aku sempat mikir:
“Bisa sama gini?”
Tapi ya sudahlah, yang penting kelihatan kompak—atau minimal terlihat seperti trio yang tersesat bareng.
Setelah 3 hari diBLK, semua sesi selesai, laporan tebal ditutup, presentasi dilewati dengan jantung lompat-lompat, kami kembali ke unit kerja masing-masing. Rutinitas kembali mengejar. Tapi ternyata ada satu momen yang justru paling membekas, dan itu bukan yang terjadi di dalam kelas.
Itu terjadi sore hari, di jalanan yang tenang, di bawah matahari yang sudah miring ke barat.
Pulang dari tempat kami nyantai menikmati minuman yang tidak ada dipulau, Kami berjalan pelan pulang kerumah di depanku. Langkahnya santai, bajunya lembut, dan semuanya.
Aku jalan di belakangnya. Tapi bukan ngintil, bosku.
Bukan. NGINTIL.
Ini cuma pulang…
…aku di belakang.
Aku pun motret satu kali.
Cuma satu.
Tapi hasilnya kayak poster film—padahal aku cuma modal HP yang memorinya sering penuh.
Sejak hari itu, aku sadar satu hal:
Kadang hidup itu lucu.
Yang kita ingat bukan presentasi yang bikin stres, bukan laporan Latsar yang tebal, bukan juga tiga hari klasikal yang lewat begitu cepat.
Yang kita ingat malah langkah seseorang di depan kita…
yang entah kenapa bikin hati kayak ikut jalan tapi kesandung beberapa kali.
Sudah lewat sebulan, tapi sore itu masih hidup di kepala.
Sesekali muncul begitu saja.
Kadang pas lagi bengong.
Kadang pas nyuci piring.
Kadang pas fix overthinking tanpa deadline.
Dan tiap kali mengingatnya, aku cuma bisa ketawa sendiri sambil mikir:
“Ya Allah, kenapa adegan anime-nya lewat di hidupku pas aku nggak siap?”
Tapi ya begitulah.
Hidup suka iseng.
Kasih momen kecil, tapi efeknya panjang.
Sampai sekarang pun aku masih mikir, kalau nanti ada lagi…
…semoga jangan dari belakang terus.
Soalnya kalo dari depan, deg-degannya dua kali lipat.
Posting Komentar